Jumat 25 Feb 2022 04:00 WIB

Ini Harapan DPRK Aceh ke Menag Yaqut Soal Toa Masjid

Aceh dinilai memiliki kekhasan dalam pelaksanaan Syariat Islam.

Foto udara Masjid Agung Tgk Khalilullah di Kabupaten Simeulue, Aceh, Kamis (3/2/2022). Masjid Agung Tgk Khalilullah yang dibangun pada tahun 2009 yang memiliki daya tampung jamaah 4000 orang dengan arsitektur perpaduan Timur Tengah dan Aceh  tersebut merupakan salah satu objek wisata religi termegah di pulau Simeulue.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Foto udara Masjid Agung Tgk Khalilullah di Kabupaten Simeulue, Aceh, Kamis (3/2/2022). Masjid Agung Tgk Khalilullah yang dibangun pada tahun 2009 yang memiliki daya tampung jamaah 4000 orang dengan arsitektur perpaduan Timur Tengah dan Aceh tersebut merupakan salah satu objek wisata religi termegah di pulau Simeulue.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh Farid Nyak Umar berharap Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. Kesimpulan itu diambil setelah bertemu dengan tokoh agama setempat.

"Kami menerima banyak masukan dari para ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan ormas yang mendesak agar SE Menag Nomor 5 tahun 2022 ini dicabut, sebab bisa menimbulkan kegaduhan di kalangan umat," kata Farid Nyak Umar, di Banda Aceh, Kamis (25/2/2022).

Baca Juga

Menurut Farid, surat edaran tersebut tidak sesuai dengan kearifan lokal di beberapa daerah di Indonesia, khususnya untuk wilayah Aceh dan Kota Banda Aceh yang menerapkan syariat Islam."Apalagi, Banda Aceh toleransi antarumat beragama berjalan dengan sangat baik dan tidak pernah ada konflik agama," ujarnya.

Farid mengatakan, Aceh melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) memiliki kekhususan dalam pelaksanaan syariat Islam, termasuk soal pengeras suara untuk kumandangkan azan dan lainnya yang merupakan bagian dari syiar islam. Sebagai salah seorang unsur forkopimda, kata Farid, ia telah berkomunikasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan semuanya sangat toleran.

Kemudian, selama ini belum pernah ada warga non-muslim yang komplain dengan kumandang suara azan."Jadi di Aceh tidak ada yang merasa terganggu atau terusik kenyamanannya karena pengeras suara di masjid tersebut," demikian Farid.

Seperti diketahui, Kementerian Agama telah menerbitkan edaran perihal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara."Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar islam di tengah masyarakat. Tetapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement